Friday, June 12, 2009

BERITA TERKINI DARI KOMPAS TENTANG SAINS

HUBBLE UNGKAP PULUHAN PERISTIWA TABRAKAN GALAKSI

NASA/ESA/the Hubble Heritage Team (STScI/AURA)-ESA/Hubble Collaboration/A. Evans (University of Virginia, Charlottesville/NRAO/Stony Brook University)
Bentuk seperti sayap burung ini adalah foto tabrakan galaksi yang disebut ESO 593-8 di kosntelasi Sagittarius 650 juta tahun cahay dari Bumi.
Minggu, 27 April 2008 21:11 WIB
Tabrakan antargalaksi bukan lagi peristiwa langka di luar angkasa dan dapat terjadi dalam banyak cara. Teleskop ruang angkasa Hubble telah mengungkap puluhan kejadian yang menakjubkan tersebut dalam sejumlah foto yang direkam sejak beroperasi.Peristiwa tersebut tentu lebih sering terjadi di awal perkembangan alam semesta. Saat itu ruang lebih sempit, jarak antara galaksi yang satu dengan lainnya lebih dekat sehingga peluang tabrakan lebih besar. Tabarkan galaksi dipicu gaya gravitasi atau tarik-menarik dari dua galaksi yang saling berdekatan. Biasanya, proses tabrakan diawali dengan pembentukan jembatan material, berupa rantai gas dan debu yang menghubungkan kedua galaksi. Meski pertemuan ini berjalan hingga ratusan kilometer per jam, proses tabrakan bisa berlangsung ratusan juta tahun. Gas dan debu akan berangsur-angsur terkumpul di inti galaksi. Saat kedua intinya sangat dekat,gas dan debu akan tertarik dengan sangat cepat dan menghasilkan getaran kuat yang tersebar ke segala arah. Kumpulan gas dan debu yang sangat pekat merupakan tempat kelahiran bintang-bintang baru yang berwarna biru saat masih muda. Proses interaksi yang dapat memicu tabrakan tidak berhenti saat ini. Galaksi Bima Sakti yang merupakan tempat tata surya kita berada, misalnya, diperkirakan akan bertabrakan dengan galaksi terdekat, andromeda, sekitar 2 miliar tahun lagi dan membentuk Milkomeda. Bima Sakti juga tengah menyedot galaksi lebih kecil yang disebut galaksi galaksi elips kerdil Sagitarius. Teleskop Hubble berhasil merekam tabrakan galaksi dalam berbagai tahap. Bentuknya juga sangat bervariasi, jika dilihat sekilas ada yang seperti sebuah sikat gigi, atau seekor burung hantu yang tengah terbang. Semuanya ada 59 foto tabrakan galaksi yang dirilis sejak Kamis (24/4) sebagai peringatan 18 tahun peluncuran Hubble.
Galaksi Bimasakti Terancam Ditabrak Awan Raksasa
Bill Saxton/NRAO/AUI/NSF
Awan Smith diperkirakan menabrak bagian piringan Galaksi Bimasakti pada lengan spiral Perseus.
Minggu, 13 Januari 2008 15:13 WIB
AUSTIN, MINGGU - Gumpalan awan raksasa yang mengandung gas hidrogen dalam volume sangat besar tengah melesat mendekati piringan Galaksi Bima Sakti, tempat tata surya kita berada. Tabrakan dahsyat yang diperkirakan terjadi antara 20-40 juta tahun lagi akan menghasilkan kembang api spektakuler di langit.
Objek tersebut diberi nama Awan Smith, diambil dari nama Gail Smith, seorang astronom AS yang mendeteksinya pertama kali pada tahun 1963 saat meneliti di Universitas Leiden, Belanda. Sejak ditemukan, para astronom masih berdebat apakah awan tersebut benar-benar mendekati galaksi Bimasakti atau menjauhinya.
Rekaman data yang ada selama ini masih terbatas dan tidak jelas apakah objek tersebut bagian dari kabut Bimasakti atau masih bergerak ke arahnya. Sejauh ini, para peneliti hanya mendeteksi gas dan tidak ada satupun bintang di dalamnya. Satu-satunya cara melihtanya adlah dengan teleskop radio karena gas dingin tidak memancarkan cahaya, tetapi memantulkan gelombang radio.
Jika dilihat dari Bumi, lebar gumpalan awan tersebut sebanding dengan 30 kali lebar Bulan. Dari kepala ke ujung ekornya cukup untuk menyelimuti rasi bintang Orion.
Hasil pengamatan baru menggunakan teleskop radio terkendali paling besar di dunia, Teleskop Green Bank (GBT) di Virginia Barat, AS, menunjukkan bahwa objek tersebut bergerak ke arah galaksi Bimasakti. Bahkan, seperti dilaporkan gabungan tim astronom dari Observatorium Astronomi Radio Nasional AS (NRAO) dan Universitas Winconsin Whitewater dalam pertemuan Masyarakat Astronomi Amerika ke-211 di Austin, Texas baru-baru ini, gaya dorongnya telah menyentuh kabut Bimasakti.
"Jika tabrakan terjadi, hal tersebut akan memicu lahirnya formasi bintang-bintang baru. Akan banyak bintang raksasa yang terbentuk, berumur pendek, dan meledak sebagai supernova yang memancarkan cahaya menyilaukan," ujar Ketua tim peneliti, DR. Felix Lockman, dari NRAO.
Sebab, Awan Smith membawa energi sangat besar berupa gas hidrogen yang cukup untuk membentuk jutaan bintang seukuran Matahari. Awan Smith merupakan gumpalan gas yang berukuran panjang mencapai 11.000 tahun cahaya dan lebar 2.500 tahun cahaya. Objek tersebut saat ini berada 40.000 tahun cahaya dari Bumi dan 8.000 tahun cahaya dari piringan Bimasakti.
Objek yang pantas disebut kabut monster di ruang kosmos ini bergerak dengan kecepatan 240 kilometer perdetik dan diperkirakan menabrak piringan galaksi Bimasakti dengan kemiringan 45 derajat. Tabrakan akan terjadi di pinggir piringan Bimasakti yang jarak ke pusatnya hampir sama dengan jarak tata surya kita ke pusat galaksi. Namun, posisinya jauh dari tata surya kita, diperkirakan berjarak 90 derajat terhadap pusat piringan.
"Kami tidak tahu dari mana asalnya, apalagi orbitnya membingungkan, namun kami katakan bahwa ia mulai berinteraksi dengan bagian terluar Bimasakti," tandas Lockman.
WAH Sumber : SPACE.COM

LEDAKAN BINTANG TERAMATI MATA TELANJANG
NASA
Ilustrasi saat bintang raksasa meledak dan memancarkan cahaya menyilaukan serta semua pertikelnya ke segala arah.

Minggu, 23 Maret 2008 12:08 WIB
JAKARTA, MINGGU - Satelit milik badan antariksa AS, NASA, mendeteksi ledakan kosmik paling terang yang pernah terpantau sejauh ini. Pengamat langit yang beruntung mungkin dapat melihat ledakan tersebut.Ledakan yang dipantau satelit Swift itu terjadi pada jarak 7,5 miliar tahun cahaya. Berkas cahaya yang dipancarakannya sedang dalam setengah perjalanan saat teramati sampai tak terihat sama sekali. Teleskop pada satelit tersebut menemukan ledakan yang diberi nama GRB 080319B ini Rabu (19/3), pada konstelasi Bootes. Sejumlah telekop di Bumi langsung disetel khusus untuk menyaksikan cahaya yang tersisa (afterglow) sesudah terjadinya ledakan.Saking kuatnya, cahaya yang dipancarkaannya mungkin dapat dilihat dengan mata telanjang dari Bumi. Jika orang kebetulan saja melihat ke tempat yang tepat pada saat yang tepat pula, mereka akan menyaksikan benda terjauh yang tampak oleh mata manusia hingga sejauh ini tanpa bantuan peralatan optik."Belum ada satupun obyek atau tipe ledakan yang dapat dilihat dengan mata telanjang pada jarak sejauh ini," kata anggota tim Swift, Stephen Holland, dari Pusat Penerbangan Antariksa Goddard, NASA, di Negara Bagian Maryland, AS , Kamis (20/3). Ledakan sinar gamma ini merupakan salah satu fenomena paling kuat yang dihasilkan di alam semesta setelah dentuman besar atau "Big Bang".Ledakan sinar gamma terjadi saat sebuah bintang raksasa telah kehabisan semua bahan bakarnya dan intinya runtuh, sehingga membentuk lubang hitam atau bintang netron. Peristiwa ini menghasilkan ledakan dahsyat, memancarkan cahaya sangat terang, dan melepaskan semua partikelnya ke segala arah. (AP/WAH)

ISU KIAMAT TAHUN 2012-INGATKAN BADAI MATAHARI
Rabu, 26 November 2008 13:07 WIB
Oleh Yuni Ikawati
Di internet saat ini tengah dibanjiri tulisan yang membahas prediksi suku Maya yang pernah hidup di selatan Meksiko atau Guatemala tentang kiamat yang bakal terjadi pada 21 Desember 2012.
Pada manuskrip peninggalan suku yang dikenal menguasai ilmu falak dan sistem penanggalan ini, disebutkan pada tanggal di atas akan muncul gelombang galaksi yang besar sehingga mengakibatkan terhentinya semua kegiatan di muka Bumi ini.
Di luar ramalan suku Maya yang belum diketahui dasar perhitungannya, menurut Deputi Bidang Sains Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Bambang S Tedjasukmana, fenomena yang dapat diprakirakan kemunculannya pada sekitar tahun 2011-2012 adalah badai Matahari. Prediksi ini berdasarkan pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di beberapa negara sejak tahun 1960-an dan di Indonesia oleh Lapan sejak tahun 1975.
Dijelaskan, Sri Kaloka, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan, badai Matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal Mass Ejection (CME). Flare adalah ledakan besar di atmosfer Matahari yang dayanya setara dengan 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran partikel berkecepatan 400 kilometer per detik.
Gangguan cuaca Matahari ini dapat memengaruhi kondisi muatan antariksa hingga memengaruhi magnet Bumi, selanjutnya berdampak pada sistem kelistrikan, transportasi yang mengandalkan satelit navigasi global positioning system (GPS) dan sistem komunikasi yang menggunakan satelit komunikasi dan gelombang frekuensi tinggi (HF), serta dapat membahayakan kehidupan atau kesehatan manusia. ”Karena gangguan magnet Bumi, pengguna alat pacu jantung dapat mengalami gangguan yang berarti,” ujar Sri.
Langkah antisipatif
Dari Matahari, miliaran partikel elektron sampai ke lapisan ionosfer Bumi dalam waktu empat hari, jelas Jiyo Harjosuwito, Kepala Kelompok Peneliti Ionosfer dan Propagasi Gelombang Radio. Dampak dari serbuan partikel elektron itu di kutub magnet Bumi berlangsung selama beberapa hari. Selama waktu itu dapat dilakukan langkah antisipatif untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan.
Mengantisipasi munculnya badai antariksa itu, lanjut Bambang, Lapan tengah membangun pusat sistem pemantau cuaca antariksa terpadu di Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan Bandung. Obyek yang dipantau antara lain lapisan ionosfer dan geomagnetik, serta gelombang radio. Sistem ini akan beroperasi penuh pada Januari 2009 mendatang.
Langkah antisipatif yang telah dilakukan Lapan adalah menghubungi pihak-pihak yang mungkin akan terkena dampak dari munculnya badai antariksa, yaitu Dephankam, TNI, Dephub, PLN, dan Depkominfo, serta pemerintah daerah. Saat ini pelatihan bagi aparat pemda yang mengoperasikan radio HF telah dilakukan sejak lama, kini telah ada sekitar 500 orang yang terlatih menghadapi gangguan sinyal radio.
Bambang mengimbau PLN agar melakukan langkah antisipatif dengan melakukan pemadaman sistem kelistrikan agar tidak terjadi dampak yang lebih buruk. Untuk itu, sosialisasi harus dilakukan pada masyarakat bila langkah itu akan diambil.
Selain itu, penerbangan dan pelayaran yang mengandalkan satelit GPS sebagai sistem navigasi hendaknya menggunakan sistem manual ketika badai antariksa terjadi, dalam memandu tinggal landas atau pendaratan pesawat terbang.
Perubahan densitas elektron akibat cuaca antariksa, jelas peneliti dari PPSA Lapan, Effendi, dapat mengubah kecepatan gelombang radio ketika melewati ionosfer sehingga menimbulkan delai propagasi pada sinyal GPS.
Perubahan ini mengakibatkan penyimpangan pada penentuan jarak dan posisi. Selain itu, komponen mikroelektronika pada satelit navigasi dan komunikasi akan mengalami kerusakan sehingga mengalami percepatan masa pakai, sehingga bisa tak berfungsi lagi.
Saat ini Lapan telah mengembangkan pemodelan perencanaan penggunaan frekuensi untuk menghadapi gangguan tersebut untuk komunikasi radio HF. ”Saat ini tengah dipersiapkan pemodelan yang sama untuk bidang navigasi,” tutur Bambang.
Yuni Ikawati Sumber : Kompas Cetak

Lapan : 2012 bukan kiamat namun “hanya” badai matahari
Posted on 28 Nopember, 2008 by akbarindonesia
Ketika aku bertemu dengan seorang teman yang baru saja kembali dari sebuah kegiatan PPSDMS di Yogyakarta, layaknya bertemu dengan teman lainnya aku ngobrol-ngobrol dengan dia. Tetapi obrolan yang pertamanya menyenangkan tiba-tiba menjadi agak serius ketika dia bercerita tentang sebuah ramalan berdasarkan kalender suku maya yang mengatakan bahwa akan terjadi kiamat di tahun 2012.
Setelah mendengar cerita itu, sontak aku mulai penasaran akan ramalan itu, walaupun sebenarnya aku tidak suka dengan peramal. Kemudian aku mencoba mencari melalui jendela dunia tanpa batas (internet). Dari beberapa artikel(1,2,3,4) mengambil kesimpulan bahwa, sebenarnya bukan bumi yang mengalami kehancur-leburan, namun peradaban manusia saat ini akan berakhir untuk kemudian membentuk suatu peradaban manusia baru. Sebagaimana Yang Maha Kuasa telah menentukan hal yang sama pada peradaban-peradaban manusia sebelumnya, sebagai contoh peradaban Nabi Nuh as.
Namun diluar ramalan tersebut yang tidak ada dasarnya, sebenarnya beberapa badan penelitian antariksa luar negeri dan Indonesia sudah memprediksi akan terjadi suatu fenomena alam besar yang akan mempengaruhi kehidupan manusia. Dikutip dari situs harian kompas :
“menurut Deputi Bidang Sains Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Bambang S Tedjasukmana, fenomena yang dapat diprakirakan kemunculannya pada sekitar tahun 2011-2012 adalah badai Matahari. Prediksi ini berdasarkan pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di beberapa negara sejak tahun 1960-an dan di Indonesia oleh Lapan sejak tahun 1975.”
Dari situs yang berbeda (detikinet.com), dijelaskan bahwa saat ini di matahari telah terjadi sebuah fenomena alam yang disebut bintik matahari.
“Bintik matahari ini adalah sinyal awal badai matahari yang intensitasnya akan terus meningkat dalam tahun-tahun mendatang,” tandas ilmuwan Douglas Biesecker dari Space Weather Prediction Center (SWPC) di NOAA.
Kemudian dalam halaman situs kompas tadi dijelaskan pula proses terbentuknya badai matahari.
Dijelaskan, Sri Kaloka, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan, badai Matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal Mass Ejection (CME). Flare adalah ledakan besar di atmosfer Matahari yang dayanya setara dengan 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran partikel berkecepatan 400 kilometer per detik.
Dalam halaman situs kompas itu juga disebutkan beberapa gangguan yang akan terjadi ketika bumi diterjang badai matahari.
Gangguan cuaca Matahari ini dapat memengaruhi kondisi muatan antariksa hingga memengaruhi magnet Bumi, selanjutnya berdampak pada sistem kelistrikan, transportasi yang mengandalkan satelit navigasi global positioning system (GPS) dan sistem komunikasi yang menggunakan satelit komunikasi dan gelombang frekuensi tinggi (HF), serta dapat membahayakan kehidupan atau kesehatan manusia. ”Karena gangguan magnet Bumi, pengguna alat pacu jantung dapat mengalami gangguan yang berarti,” ujar Sri.
Dan juga dalam situs kompas namun dengan artikel yang berbeda juga diberitakan bahwa pada tahun 2003 ketika bumi dihantam badai matahari namun dengan skala kekuatan yang lebih kecil dari yang diprediksikan akan terjadi pada puncaknya pada tahun 2012.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebulan lalu Matahari berada dalam periode aktif, dan menyemburkan partikel-partikel bermuatan atau dikenal sebagai badai Matahari, dengan kekuatan sangat besar. Radiasi dan milyaran ton partikel bermuatan terlontar ke angkasa dengan kecepatan tinggi dan mencapai Bumi, juga Mars, sehingga instrumen Odyssey –yang telah mengorbit Mars selama dua tahun– ikut terkena dampaknya.
Kesimpulannya kembali kepada anda.
sumber :kompas.com(Badai Matahari Timbulkan Kerusakan pada Mars Odyssey)kompas.com(Isu Kiamat Tahun 2012 yang Meresahkan)detikinet.com(Matahari Badai, Telekomunikasi Dunia Lumpuh?)

Galaksi Bimasakti dan Andromeda Mendekat
nasa.gov
Rekaan galaksi Bimasakti

Kamis, 11 Juni 2009 09:09 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Data dari peneropongan puluhan teleskop raksasa di dunia telah mengungkap proses yang terjadi di jagat raya. Diketahui Galaksi Bimasakti dan Andromeda atau M31 bergerak mendekat. Dalam dua miliar tahun, dua galaksi itu akan mulai bertabrakan. Saat itu akan mengakibatkan kiamat bagi bumi yang berada di Galaksi Bimasakti.
Hal ini dilontarkan Tony Seno Hartono selaku National Technology Officer Microsoft Indonesia seusai penyerahan perangkat World Wide Telescope (WWT) kepada Direktur Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PP Iptek) Finarya Legoh di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Rabu (10/6).
Perangkat WWT terdiri atas teleskop elektron yang dihubungkan dengan sistem komputer interaktif. Di dalamnya berisi database yang memuat paduan gambar benda-benda di antariksa yang diambil dari 21 teleskop yang tersebar di dunia. Pemaduan gambar yang jumlahnya mencapai jutaan itu dilakukan Jim Crey dari Microsoft. Data yang diberikan NASA untuk WWT atau publik merupakan data pemantauan enam bulan silam, kata Tony.
Dengan memadukan hasil peneropongan ini, selain kemungkinan tabrakan antargalaksi juga diketahui, bulan ternyata bergerak menjauh 3 sentimeter per hari. ”Dengan demikian, pada suatu ketika kita tak lagi melihat bulan dari permukaan Bumi dengan mata telanjang,” ujar Tony.
Staf Ahli Menteri Negara Riset dan Teknologi Engkos Koswara menjelaskan, selain ditempatkan di PP Iptek, perangkat WWT lebih dulu dioperasikan di Teropong Bintang Bosscha, Lembang, sebagai sarana pembelajaran bagi mahasiswa Astronomi ITB. Perangkat WWT pertama kali diperkenalkan Bill Gates kepada Presiden RI ketika berkunjung ke Jakarta beberapa tahun lalu.
Dalam sambutannya, Finarya mengatakan, selain WWT di PP Iptek juga terdapat galeri astronomi dan beberapa teleskop matahari yang bisa digunakan pengunjung. Dalam menyambut tahun Astronomi Internasional pada 2009, PP Iptek juga menggelar beberapa kegiatan terkait, antara lain perkemahan siswa untuk melakukan peneropongan bintang malam hari.

Ditemukan, Lubang Hitam Supermasif
space.com
Lubang hitam supermasif yang ditemukan relatif dekat dengan galaksi raksasa M87, berjarak 50 juta tahun cahaya. Beratnya diperkirakan 6,4 miliar kali dibandingkan massa Matahari.
/
Rabu, 10 Juni 2009 09:22 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Yuni Ikawati
CALIFORNIA, KOMPAS.com — Lubang hitam supermasif ditemukan relatif dekat dengan galaksi raksasa M87, berjarak 50 juta tahun cahaya. Kemasifan blackhole atau sering disebut bintang hantu itu dua hingga tiga kali dibandingkan dengan yang pernah dibayangkan sebelumnya.
”Beratnya 6,4 miliar kali dibandingkan massa Matahari,” ujar Karl Gebhardt dari Universitas Texas di Austin, Amerika Serikat. Penemuan ini dilaporkan dalam pertemuan ke-214 Masyarakat Astronomi Amerika (AAS), Selasa (9/6) di California AS.
”Penemuan ini penting untuk mengetahui hubungan antara lubang hitam dan galaksi-galaksi,” kata Jens Thomas, peneliti di bidang Fisika Ekstraterestrial dari the Max Planck Institute Jerman. Dengan mengetahui hubungan ini, dapat diketahui lebih baik tentang pembentukan dan pertumbuhan galaksi-galaksi atau quasar yang tergolong kolosal sekitar 10 miliar massa Matahari.
Massa baru dari M87 berbasiskan sebuah model observasi terbaru dari Teleskop Gemini Utara di Hawaii, AS, dan didukung oleh teleskop sangat besar milik European Southern Observatory di Cile.

Roket Soyuz Bawa 3 Penghuni Baru Stasiun Antariksa
S. Corvaja/European Space Agency
Roket Soyuz diluncurkan dari Kosmodrom Baikonur, Kazakhstan saat membawa tiga awak di wahana TMA 9 ke stasiun antariksa internasional (ISS) pada 15 April 2005.

Rabu, 27 Mei 2009 18:38 WIB
BAIKONUR, KOMPAS.com — Untuk pertama kalinya, stasiun antariksa internasional (ISS) akan dihuni enam orang atau dua kali lipat dari penghuninya sekarang. Kapsul ruang angkasa berisi tiga penghuni baru itu melesat hari Rabu (27/5).
Roket Soyuz buatan Rusia yang membawa kapsul tersebut meluncur mulus dari Kosmodrom Biakonur, Kazakhstan yang berada di tengah stepa di tengah hari. Sejumlah jurnalis, kerabat para astronot, termasuk Pangeran Philip dari Belgia turut menyaksikan peluncuran tersebut.
Seorang astronot dari Belgia, Frank De Winne, merupakan salah satu awak yang dikirim ke ISS. Ia mewakili Badan Antariksa Eropa (ESA) yang telah melibatkan diri secara aktif dalam program penelitian luar angkasa setelah menempatkan modul penelitian Colombus buatannya di ISS.
Selain Frank De Winne, dua orang awak lainnya masing-masing seorang astronot Kanada, Bob Thirsk, dan kosmonot Rusia, Roman Romanenko.

Untuk Pertama Kalinya Stasiun Antariksa Dihuni 6 Orang
NASA TV
Keenam awak stasiun antariksa internasional (ISS) di dalam modul Zvezda (dari kiri ke kanan) Robert Thirsk dari Canadian Space Agency (CSA), Michael Barratt dari NASA, Komandan Gennady Padalka dari Russia, Frank de Winne dari Belgia/European Space Agency (ESA), Koichi Wakata dari Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA), dan Roman Romanenko dari Russian Federal Space Agency (Roskosmos).

Jumat, 29 Mei 2009 22:00 WIB
MOSKWA, KOMPAS.com — Seiring makin dekatnya penyelesaian pembangunannya, Stasiun Luar Angkasa Internasional atau International Space Station (ISS) untuk pertama kalinya dihuni 6 orang. Selama ini, hanya 3 orang yang bisa tinggal di sana.
"Saya kira dimulainya enam awak ini merupakan langkah terbesar. Kami sudah menunggunya sejak lama sekali," ujar Kirk Shireman, deputi manager program stasiun NASA.
Ketiga kru baru yang meluncur menggunakan kapsul Soyuz TMA-15 milik Rusia telah merapat di ISS, Jumat (29/5) pukul 17.34 WIB saat kedua wahana melayang di atas China pada ketinggian 354 kilometer.
Ketiga awak tersebut masing-masing kosmonot Rusia, Roman Romanenko; astronot Belgia, Frank de Winne, atas nama Badan Luar Angkasa Eropa; dan astronot Kanada, Robert Thirsk. Mereka bergabung dengan tiga awak yang bertugas saat ini, yakni kosmonot Rusia, Gennady Padalka, yang juga komandan ISS; astronot NASA, Michael Barratt; dan astronot Jepang, Koichi Wakata.
Keenam awak yang telah bergabung kini mendapat mandat dalam tim yang disebut Ekspedisi 20. Mereka merupakan tim terbesar yang pernah ada sejak ISS dibangun. Bahkan, tim ini telah merepresentasikan negara-negara yang bergabung dalam program pembangunan ISS, yakni AS, Rusia, Kanada, Jepang, dan 11 negara Eropa.
Pembangunan ISS dimulai tahun 1998 dimulai dengan peluncuran modul kendali bernama Zarya milik Rusia. Sebanyak dua modul lainnya masing-masing Unity milik AS dan Zvevda milik Rusia yang menjadi fondasi ruangan, kamar mandi, dapur, dan ruang makan menyusul tahun 2000 sekaligus dimulainya misi penempatan tiga awak.
Namun, program pembangunan sempat terhenti antara tahun 2003 dan 2005 sejak NASA menghentikan peluncuran karena insiden kecelakaan pesawat ulang alik Columbia. Setelah dilanjutkan kembali, sejumlah modul telah ditambahkan, seperti laboratorium Kido milik Jepang dan Colombus milik Eropa. Juga dipasang tambahan panel surya sebagai pembangkit energi, termasuk sistem penyaring keringat dan urine menjadi air siap minum untuk mengefisienkan sumber daya saat dihuni 6 awak. Saat ini, masih direncanakan beberapa kali peluncuran dan pembangunan dijadwalkan selesai tahun 2010.

Akhirnya, Perbaikan Teleskop Hubble Rampung Juga
NASA
Dua orang astronot melakukan spacewalk untuk memperbaiki teleskop ruang angkasa Hubble.

Selasa, 19 Mei 2009 03:42 WIB
CAPE CANAVERAL, KOMPAS.com - Setelah bekerja keras selama lima hari terakhir, akhirnya misi perbaikan teleskop ruang angkasa Hubble selesai juga sesuai rencana. Perjuangan yang menegangkan itu diakhiri dengan pemasangan tiga lapisan pelindung panas dan radiasi yang akan memperkokoh daya tahan teleskop tersebut selama di ruang angkasa.
Hubble yang telah berumur 19 tahun kini punya energi baru untuk terus bekerja hingga 10 tahun ke depan. Para astronot yang menumpang pesawat ulang alik Atlantis telah memasang kamera baru yang dapat merekam objek lebih jauh, giroskop baru untuk memandu letaknya di ruang angkasa, spektograf baru, baterai baru, serta sensor baru menggantikan komponen-komponen yang rusak dan tak berfungsi.
Dari tujuh astronot yang ikut dalam misi, empat di antaranya merupakan spesialis spacewalk. Keempatnya secara bergantian telah menyelesaikan serangkaian tahap perbaikan dalam lima kali spacewalk. Setiap spacewalk dilakukan dua orang astronot dan rata-rata menghabiskan waktu sekitar 6-7 jam. Sementara astronot lainnya mendukung operasional dari kabin pesawat.
Dengan selesainya spacewalk kelima, tuntas sudah misi Atlantis STS-125. Meski tak seluruh pekerjaan sempurna, NASA menilai misi perbaikan Hubble ini 95 persen sukses. Selanjutnya, para astronot tengah bersiap-siap melepaskan diri dari badan Hubble dan kembali ke Bumi. Atlantis dijadwalkan mendarat kembali ke Kennedy Space Center, Florida pada Jumat (22/5) pukul 22.41 WIB.
Berikut tahap perbaikan teleskop Hubble:
Spacewalk 1, Kamis (14/5) dilakukan John Grunsfeld dan Andrew Feustel. Mereka berhasil memasang kamera baru, komputer baru yang memproses foto-foto, dok baru untuk memberi tempat wahana lain untuk merapat, dan melumasi engsel-sengsel di bagian yang dapat digerakkan.
Spacewalk 2, Jumat (15/5) dilakukan Michael Massimino dan Michael Good. Keduanya berhasil mengganti tiga pasang giroskop. Alat ini berfungsi mengatur posisi Hubble agar tetap berada di orbitnya, serta mengganti tiga baterai lama dengan yang baru.
Sempat terjadi beberapa kali insiden dalam spacewalk kedua. Pertama saat radio komunikasi Di awal misi, Massimino putus sehingga tak dapat mendengarkan perintah dari kabin Atlantis. Kedua, salah satu pasangan giroskop yang diganti punya bentuk berbeda. Ketiga, pintu ruang baterai yang berbeda ukuran. Namun semuanya teratasi dengan melakukan sedikit trik rekayasa teknik.
Spacewalk 3, Sabtu (16/5) dilakukan kembali John Grunsfeld dan Andrew Feustel. Kali ini mereka memasang spektograf COS (Cosmic Origins Spectograph). Alat tersebut menggantikan instrumen COSTAR yang tidak lagi diperlukan. COSTAR sebelumnya berfungsi mengoreksi hasil pemotretan yang blur.
Mereka juga mengganti empat kartu elektrik di Advanced Camera for Surveys yang rusak sejak tahun 2007. Namun, penggantian tersebut tak sepenuhnya sukses. Salah satunya tak bekerja.
Spacewalk 4, Minggu (17/5) dilakukan kembali oleh Michael Massimino dan Michael Good. Mereka berhasil memperbaiki catu daya pada spektograf STIS yang rusak sejak tahun 2004 meski sekali lagi harus dengan perjuangan berat. Massimino terpaksa menarik dengan sekuat tenaga penutup logamnya karena ada sekrup yang aus.
Spacewalk 5, Senin (18/5) dilakukan John Grunsfeld and Andrew Feustel. Kedua astronot mengganti tiga baterai yang menyimpan energi dari panel surya serta mengganti salah satu dari tiga sensor pemandu yang rusal. Sensor ini bekerja bersama untuk mengatur posisi terhadap bintang-bintang saat melakukan pengamatan agar presisi.

Lencana Facebook